يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Yā ayyuhan-nāsuttaqū rabbakumul-lażī khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa minhā zaujahā wa baṡṡa minhumā rijālan kaṡīraw wa nisā'ā(n), wattaqullāhal-lażī tasā'alūna bihī wal-arḥām(a), innallāha kāna ‘alaikum raqībā(n).
"Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.143 Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu." (4:1)
Catatan : 143 Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan Hawa tidak diciptakan melalui proses evolusi hayati seperti makhluk hidup lainnya, tetapi diciptakan secara khusus seorang diri, lalu diciptakanlah pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat dijelaskan secara sains. Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis secara berpasangan-pasangan sesuai kehendak-Nya.وَاٰتُوا الْيَتٰمٰىٓ اَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيْثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَهُمْ اِلٰٓى اَمْوَالِكُمْ ۗ اِنَّهٗ كَانَ حُوْبًا كَبِيْرًا
Wa ātul-yatāmā amwālahum wa lā tatabaddalul-khabīṡa biṭ-ṭayyib(i), wa lā ta'kulū amwālahum ilā amwālikum, innahū kāna ḥūban kabīrā(n).
"Berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka. Janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar." (4:2)
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ
Wa in khiftum allā tuqsiṭū fil-yatāmā fankiḥū mā ṭāba lakum minan-nisā'i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā‘(a), fa in khiftum allā ta‘dilū fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā allā ta‘ūlū.
"Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim." (4:3)
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا
Wa ātun-nisā'a ṣaduqātihinna niḥlah(tan), fa in ṭibna lakum ‘an syai'im minhu nafsan fa kulūhu hanī'am marī'ā(n).
"Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati." (4:4)
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاۤءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِيْ جَعَلَ اللّٰهُ لَكُمْ قِيٰمًا وَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
Wa lā tu'tus-sufahā'a amwālakumul-latī ja‘alallāhu lakum qiyāmaw warzuqūhum fīhā waksūhum wa qūlū lahum qaulam ma‘rūfā(n).
"Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (4:5)
وَابْتَلُوا الْيَتٰمٰى حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَۚ فَاِنْ اٰنَسْتُمْ مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوْٓا اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ ۚ وَلَا تَأْكُلُوْهَآ اِسْرَافًا وَّبِدَارًا اَنْ يَّكْبَرُوْا ۗ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۚ وَمَنْ كَانَ فَقِيْرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ فَاِذَا دَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ فَاَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ ۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ حَسِيْبًا
Wabtalul-yatāmā ḥattā iżā balagun-nikāḥ(a), fa in ānastum minhum rusydan fadfa‘ū ilaihim amwālahum, wa lā ta'kulūhā isrāfaw wa bidāran ay yakbarū, wa man kāna ganiyyan falyasta‘fif, wa man kāna faqīran falya'kul bil-ma‘rūf(i), fa iżā dafa‘tum ilaihim amwālahum fa asyhidū ‘alaihim, wa kafā billāhi ḥasībā(n).
"Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas." (4:6)
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَۖ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوْ كَثُرَ ۗ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا
Lir-rijāli naṣībum mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūn(a), wa lin-nisā'i naṣībum mimmā tarakal-wālidāni wal-aqrabūna mimmā qalla minhu au kaṡur(a), naṣībam mafrūḍā(n).
"Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan." (4:7)
وَاِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ اُولُوا الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِّنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
Wa iżā ḥaḍaral-qismata ulul-qurbā wal-yatāmā wal-masākīnu farzuqūhum minhu wa qūlū lahum qaulam ma‘rūfā(n).
"Apabila (saat) pembagian itu hadir beberapa kerabat,144 anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, berilah mereka sebagian dari harta itu145 dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik." (4:8)
Catatan : 144 Maksudnya adalah kerabat yang tidak mempunyai hak waris dari harta warisan. 145 Pemberian sekadarnya tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Walyakhsyal-lażīna lau tarakū min khalfihim żurriyyatan ḍi‘āfan khāfū ‘alaihim, falyattaqullāha walyaqūlū qaulan sadīdā(n).
"Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya)." (4:9)
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ
Innal-lażīna ya'kulūna amwālal-yatāmā ẓulman innamā ya'kulūna fī buṭūnihim nārā(n), wa sayaṣlauna sa‘īrā(n).
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (4:10)
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Yūṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayain(i), fa in kunna nisā'an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak(a), wa in kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf(u), wa li abawaihi likulli wāḥidim minhumas-sudusu mimmā taraka in kāna lahū walad(un), fa illam yakul lahū waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li'ummihiṡ-ṡuluṡ(u), fa in kāna lahū ikhwatun fa li'ummihis-sudusu mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣī bihā au dain(in), ābā'ukum wa abnā'ukum, lā tadrūna ayyuhum aqrabu lakum naf‘ā(n), farīḍatam minallāh(i), innallāha kāna ‘alīman ḥakīmā(n).
"Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.146 Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (4:11)
Catatan : 146 Bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan karena kewajiban laki-laki lebih berat daripada perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah (lihat surah an-Nisā’/4: 34.وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ
Wa lakum niṣfu mā taraka azwājukum illam yakul lahunna walad(un), fa in kāna lahunna waladun fa lakumur-rubu‘u mimmā tarakna mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣīna bihā au dain(in), wa lahunnar-rubu‘u mimmā taraktum illam yakul lakum walad(un), fa in kāna lakum waladun fa lahunnaṡ-ṡumunu mimmā taraktum mim ba‘di waṣiyyatiy tūṣūna bihā au dain(in), wa in kāna rajuluy yūraṡu kalālatan awimra'atuw wa lahū akhun au ukhtun fa likulli wāḥidatim minhumas-sudus(u), fa in kānū akṡara min żālika fa hum syurakā'u fiṡ-ṡuluṡi mim ba‘di waṣiyyatiy yūṣā bihā au dain(in), gaira muḍārr(in), waṣiyyatam minallāh(i), wallāhu ‘alīmun ḥalīm(un).
"Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris).147 Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (4:12)
Catatan : 147 Menyusahkan ahli waris dapat terjadi dengan melakukan tindakan-tindakan seperti mewasiatkan lebih dari sepertiga harta peninggalan dan memberikan wasiat dengan maksud mengurangi harta warisan, meskipun kurang dari sepertiga harta warisan.تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Tilka ḥudūdullāh(i), wa may yuṭi‘illāha wa rasūlahū yudkhilhu jannātin tajrī min taḥtihal-anhāru khālidīna fīhā, wa żālikal-fauzul-‘aẓīm(u).
"Itu adalah batas-batas (ketentuan) Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Mereka) kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar." (4:13)
وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ ࣖ
Wa may ya‘ṣillāha wa rasūlahū wa yata‘adda ḥudūdahū yudkhilhu nāran khālidan fīhā, wa lahū ‘ażābum muhīn(un).
"Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya. Baginya azab yang menghinakan." (4:14)
وَالّٰتِيْ يَأْتِيْنَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ اَرْبَعَةً مِّنْكُمْ ۚ فَاِنْ شَهِدُوْا فَاَمْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتّٰى يَتَوَفّٰىهُنَّ الْمَوْتُ اَوْ يَجْعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيْلًا
Wal-lātī ya'tīnal-fāḥisyata min nisā'ikum fastasyhidū ‘alaihinna arba‘atam minkum, fa in syahidū fa amsikūhunna fil-buyūti ḥattā yatawaffāhunnal-mautu au yaj‘alallāhu lahunna sabīlā(n).
"Para wanita yang melakukan perbuatan keji148 di antara wanita-wanita kamu, maka mintalah kesaksian atas (perbuatan keji)-nya dari empat orang di antara kamu. Apabila mereka telah memberikan kesaksian, tahanlah mereka (para wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajal atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.149" (4:15)
Catatan : 148 Kata keji dalam ayat ini berarti perbuatan zina. Akan tetapi, menurut pendapat lain, kata ini mencakup juga perbuatan mesum yang lain, seperti hubungan sejenis dan yang semisalnya. 149 Yang dimaksud dengan jalan yang lain adalah dengan turunnya surah an-Nūr/24: 2 tentang hukum dera.وَالَّذٰنِ يَأْتِيٰنِهَا مِنْكُمْ فَاٰذُوْهُمَا ۚ فَاِنْ تَابَا وَاَصْلَحَا فَاَعْرِضُوْا عَنْهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا
Wal-lażāni ya'tiyānihā minkum fa āżūhumā, fa in tābā wa aṣlaḥā fa a‘riḍū ‘anhumā, innallāha kāna tawwābar raḥīmā(n).
"(Jika ada) dua orang di antara kamu yang melakukannya (perbuatan keji), berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya bertobat dan memperbaiki diri, biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (4:16)
اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Innamat-taubatu ‘alallāhi lil-lażīna ya‘malūnas-sū'a bijahālatin ṡumma yatūbūna min qarībin fa ulā'ika yatūbullāhu ‘alaihim, wa kānallāhu ‘alīman ḥakīmā(n).
"Sesungguhnya tobat yang pasti diterima Allah itu hanya bagi mereka yang melakukan keburukan karena kebodohan, kemudian mereka segera bertobat. Merekalah yang Allah terima tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (4:17)
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّاٰتِۚ حَتّٰىٓ اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ اِنِّيْ تُبْتُ الْـٰٔنَ وَلَا الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا
Wa laisatit-taubatu lil-lażīna ya‘malūnas-sayyi'āt(i), ḥattā iżā ḥaḍara aḥadahumul-mautu qāla innī tubtul-āna wa lal-lażīna yamūtūna wa hum kuffār(un), ulā'ika a‘tadnā lahum ‘ażāban alīmā(n).
"Tidaklah tobat itu (diterima Allah) bagi orang-orang yang melakukan keburukan sehingga apabila datang ajal kepada seorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertobat sekarang.” Tidak (pula) bagi orang-orang yang meninggal dunia, sementara mereka di dalam kekufuran. Telah Kami sediakan azab yang sangat pedih bagi mereka." (4:18)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Yā ayyuhal-lażīna āmanū lā yaḥillu lakum an tariṡun-nisā'a karhā(n), wa lā ta‘ḍulūhunna litażhabū biba‘ḍi mā ātaitumūhunna illā ay ya'tīna bifāḥisyatim mubayyinah(tin), wa ‘āsyirūhunna bil-ma‘rūf(i), fa in karihtumūhunna fa ‘asā an takrahū syai'aw wa yaj‘alallāhu fīhi khairan kaṡīrā(n).
"Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa.150 Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya." (4:19)
Catatan : 150 Ayat ini tidak mengandung arti kebolehan menjadikan istri sebagai warisan seperti harta, meskipun tidak dengan paksaan. Menurut tradisi jahiliah, anak tertua atau anggota keluarganya yang lain dapat mewarisi janda yang ditinggal wafat ayahnya.وَاِنْ اَرَدْتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍۙ وَّاٰتَيْتُمْ اِحْدٰىهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوْا مِنْهُ شَيْـًٔا ۗ اَتَأْخُذُوْنَهٗ بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا
Wa in arattumustibdāla zaujim makāna zauj(in), wa ātaitum iḥdāhunna qinṭāran falā ta'khużū minhu syai'ā(n), ata'khużūnahū buhtānaw wa iṡmam mubīnā(n).
"Jika kamu ingin mengganti istri dengan istri yang lain, sedangkan kamu telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka harta yang banyak (sebagai mahar), janganlah kamu mengambilnya kembali sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan cara dusta dan dosa yang nyata?" (4:20)
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
Wa kaifa ta'khużūnahū wa qad afḍā ba‘ḍukum ilā ba‘ḍiw wa akhażna minkum mīṡāqan galīẓā(n).
"Bagaimana kamu akan mengambilnya (kembali), padahal kamu telah menggauli satu sama lain (sebagai suami istri) dan mereka pun (istri-istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) denganmu?" (4:21)
وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًاۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا ࣖ
Wa lā tankiḥū mā nakaḥa ābā'ukum minan-nisā'i illā mā qad salaf(a), innahū kāna fāḥisyataw wa maqtā(n), wa sā'a sabīlā(n).
"Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)." (4:22)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
Ḥurrimat ‘alaikum ummahātukum wa banātukum wa akhawātukum wa ‘ammātukum wa khālātukum wa banātul-akhi wa banātul-ukhti wa ummahātukumul-lātī arḍa‘nakum wa akhawātukum minar-raḍā‘ati wa ummahātu nisā'ikum wa rabā'ibukumul-lātī fī ḥujūrikum min nisā'ikumul-lātī dakhaltum bihinn(a), fa illam takūnū dakhaltum bihinna falā junāḥa ‘alaikum, wa ḥalā'ilu abnā'ikumul-lażīna min aṣlābikum, wa an tajma‘ū bainal-ukhtaini illā mā qad salaf(a), innallāha kāna gafūrar raḥīmā(n).
"Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu151 dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (4:23)
Catatan : 151 Yang dimaksud dengan ibu pada awal ayat ini adalah ibu, nenek, dan seterusnya ke atas, sedangkan anak perempuan adalah anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah. Yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut sebagian besar ulama, mencakup anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ ۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Wal-muḥṣanātu minan-nisā'i illā mā malakat aimānukum, kitāballāhi ‘alaikum, wa uḥilla lakum mā warā'a żālikum an tabtagū bi'amwālikum muḥṣinīna gaira musāfiḥīn(a), famastamta‘tum bihī minhunna fa ātūhunna ujūrahunna farīḍah(tan), wa lā junāḥa ‘alaikum fīmā tarāḍaitum bihī mim ba‘dil-farīḍah(ti), innallāha kāna ‘alīman ḥakīmā(n).
"(Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki 152 sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). 153 Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (4:24)
Catatan : 152 Maksudnya adalah hamba sahaya perempuan yang dimiliki karena tertawan. Sementara itu, suaminya tidak ikut tertawan bersamanya (lihat surah an-Nisā’/4: 3. 153 Maksudnya adalah bahwa istri boleh tidak menuntut suaminya untuk membayar sebagian atau keseluruhan maskawin yang telah ditetapkan atau suami membayar lebih dari maskawin yang telah ditetapkannya.وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَّنْكِحَ الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِكُمْ ۗ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۚ فَانْكِحُوْهُنَّ بِاِذْنِ اَهْلِهِنَّ وَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ مُحْصَنٰتٍ غَيْرَ مُسٰفِحٰتٍ وَّلَا مُتَّخِذٰتِ اَخْدَانٍ ۚ فَاِذَآ اُحْصِنَّ فَاِنْ اَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنٰتِ مِنَ الْعَذَابِۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۗ وَاَنْ تَصْبِرُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ
Wa mal lam yastaṭi‘ minkum ṭaulan ay yankiḥal-muḥṣanātil-mu'mināti fa mim mā malakat aimānukum min fatayātikumul-mu'mināt(i), wallāhu a‘lamu bi'īmānikum, ba‘ḍukum mim ba‘ḍ(in), fankiḥūhunna bi'iżni ahlihinna wa ātūhunna ujūrahunna bil-ma‘rūfi muḥṣanātin gaira musāfiḥātiw wa lā muttakhiżāti akhdān(in), fa iżā uḥṣinna fa in ataina bifāḥisyatin fa ‘alaihinna niṣfu mā ‘alal-muḥṣanāti minal-‘ażāb(i), żālika limay khasyial-‘anata minkum, wa an taṣbirū khairul lakum, wallāhu gafūrur raḥīm(un).
"Siapa di antara kamu yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang mukmin (boleh menikahi) perempuan mukmin dari para hamba sahaya yang kamu miliki. Allah lebih tahu tentang keimananmu. Sebagian kamu adalah sebagian dari yang lain (seketurunan dari Adam dan Hawa). Oleh karena itu, nikahilah mereka dengan izin keluarga (tuan) mereka dan berilah mereka maskawin dengan cara yang pantas, dalam keadaan mereka memelihara kesucian diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), (hukuman) atas mereka adalah setengah dari hukuman perempuan-perempuan merdeka (yang tidak bersuami). Hal itu (kebolehan menikahi hamba sahaya) berlaku bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan (dalam menghindari zina) di antara kamu. Kesabaranmu lebih baik bagi kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (4:25)
يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوْبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Yurīdullāhu liyubayyina lakum wa yahdiyakum sunanal-lażīna min qablikum wa yatūba ‘alaikum, wallāhu ‘alīmun ḥakīm(un).
"Allah hendak menerangkan (syariat-Nya) kepadamu, menunjukkan kepadamu berbagai jalan (kehidupan) orang yang sebelum kamu (para nabi dan orang-orang saleh), dan menerima tobatmu. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (4:26)
وَاللّٰهُ يُرِيْدُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْكُمْ ۗ وَيُرِيْدُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهَوٰتِ اَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلًا عَظِيْمًا
Wallāhu yurīdu ay yatūba ‘alaikum, wa yurīdul-lażīna yattabi‘ūnasy-syahawāti an tamīlū mailan ‘aẓīmā(n).
"Allah hendak menerima tobatmu, sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)." (4:27)
يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا
Yurīdullāhu ay yukhaffifa ‘ankum, wa khuliqal-insānu ḍa‘īfā(n).
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia diciptakan (dalam keadaan) lemah." (4:28)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Yā ayyuhal-lażīna āmanū lā ta'kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili illā an takūna tijāratan ‘an tarāḍim minkum, wa lā taqtulū anfusakum, innallāha kāna bikum raḥīmā(n).
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (4:29)
وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ عُدْوَانًا وَّظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيْهِ نَارًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا
Wa may yaf‘al żālika ‘udwānaw wa ẓulman fa saufa nuṣlīhi nārā(n), wa kāna żālika ‘alallāhi yasīrā(n).
"Siapa yang berbuat demikian dengan cara melanggar aturan dan berbuat zalim kelak Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (4:30)
Anda Belum Membaca Apapun